Jumat, 07 Mei 2010

Tantangan Lulusan PAI

Lahirnya era globalisasi di penghujung millenium kedua ini telah membuka wawasan dan kesadaran masyarakat yang diikuti dengan munculnya sejumlah harapan dan kecemasan. Harapan dan kecemasan tersebut merupakan konsekuensi logis dari adanya perubahan nilai, identitas, kepribadian, pola pikir, serta kepentingan dan keyakinan sebagai wujud terakumulasi dan teradaptasinya budaya heterogenitas secara global tanpa adanya sekat-sekat (dinding pemisah).
Dalam konteks ini, dunia menyisakan sejumlah tantangan bagi setiap bangsa, terutama bagi Negara berkembang seperti Indonesia. Kenyataan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah rapuhnya sendi-sendi kehidupan akibat modernisasi yang antara lain terlihat dari kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih rendah, derajat kehidupan yang masih menyedihkan, serta hilangnya identitas diri (self identity) dalam kultur global, sampai pada tingkat rendahnya sistem sosial yang dianut.
Disisi lain, kita juga sedang mengalami kemunduran budaya colektivitas (kebersamaan) lokal yang sarat dengan nilai-nilai luhur seperti kegotong royongan, akibat dari bangunan sistem pendidikan kita yang belum mampu menyiapkan siswa menjadi adaptable (mudah beradaptasi) dengan seperangkat nilai dalam berbagai dimensi kehidupan.
Dalam dunia global, masyarakat suatu bangsa akan menghadapi berbagai macam kompetisi, misalnya persaingan ideologi yang semakin tajam, persaingan ekonomi yang semakin terbuka, serta persaingan peradaban yang semakin kompleks.
Era globalisasi menuntut adanya berbagai upaya pengembangan dan desain kebijakan-kebijakan pendidikan oleh suatu bangsa, serta kemampuan untuk bertahan dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan yang khas, sehingga sebuah masyarakat tidak tenggelam oleh arus globalisasi yang demikian derasnya.
Banyak perubahan yang tidak terduga datang dari dua sisi kekuatan dunia yang saat ini sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat, yaitu kegiatan ekonomi dan perkembangan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan meningkatnya kompetisi dan persaingan global, berarti untuk mempertahankan standart hidup yang layak, generasi orang tua saat ini harus bekerja lebih keras dan lebih lama jika dibandingkan dengan generasi orang tua mereka sendiri.
Berbagai keluhan dan kerisauan kemudian muncul dari orang tua dan masyarakat mengenai kehidupan anak-anak mereka dimasa sekarang maupun dimasa yang akan datang akibat maraknya budaya pop, glamour, santai, serta krisis moral yang melanda masyarakat modern. Jauhnya kehidupan anak-anak dari nilai-nilai agama merupakan salah satu dampak nyata perkembangan dan eksis global yang demikian deras tanpa adanya filter yang dapat menjadi perekat identitas yang cukup kuat. Hal ini mencerminkan bahwa tantangan masa kini dan masa depan, terutama yang menyangkut kebutuhan hidup secara moril-agamis maupun materiil dan berbagai faktor yang mempengaruhinya, telah menduduki tempat teratas dalam kehidupan masyarakat.
Kemajuan yang pesat dalam dunia informasi dan taknologi pada dua dasawarsa terakhir telah berpengaruh pada peradapan manusia melebihi jangkauan pemikiran sebelumnya. Pengaruh itu terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. Globalisasi dan kemajuan infornasi, komunikasi dan teknologi menyebabkan fenomena perkembangan ekonomi berbasis pengetahuan. Pada era pasar bebas, kemampuan bersaing, penguasaan pengetahun dan teknologi, menjadi benteng untuk kemajuan suatu bangsa. Sumber daya alam yang makin terbatas tidak lagi dapat menjadi tumpuan modal karena sumber kesejahteraan suatu bangsa telah bergeser dari modal fisik ke modal intelektual, pengetahuan, sosial kredibilitas. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh masyarakat sangat beragam dan berkualitas, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta kognitif dan kompetensi untuk berpikir bagaimana berpikir dan belajar, bagaimana belajar dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan serta mengatasi situasi yang tidak pasti.
Para futurology (pakar masa depan) abad ini mengemukkan bahwa untuk menyiasati situasi diera globalisasi seperti saat ini yang sangat diutamakan adalah adanya peningkatan kualitas moral yang bersifat lokal dan universal. Kualitas moral ini sangat penting untuk dipertahankan dalam praktik dan hubungan lokal, terutama melalui pendidikan agama yang diajarkan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Tantangan lulusan PAI menghadapi era modernitas/globalisasi dapat diindikasikan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Masa depan merupakan harapan-harapan sekaligus juga kecemasan-kecemasan
Harapan muncul karena masa depan menawarkan sejumlah peluang, antara lain perkembangan teknologi yang seemikian cepat yang dapat meningkatkan taraf hidup. Namun, harapan-harapan masa depan tersebut lebih banyak dinikmati oleh mereka yang memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Kualitas sumber daya manusia yang tinggi hanya dapat dimiliki oleh orang-orang yang berpendidikan.
Disisi lain, masa depan juga dapat memberikan sejumlah kecemasan mengingat bahwa masa depan selalu terkait dengan pergeseran budaya. Eksistensi sebuah budaya sangat ditentukan oleh pemilik budaya tersebut. Ketika budaya asing dating dan berhadapan dengan suatu generasi yang rapuh dari intensitas kepribadian dan kematangan wawasan pendidikan, maka hal ini tentunya dapat mengakibatkan hilangnya nilai-nilai budaya lama yang telah ada dan cenderung menciptakan tradisi baru yang bersifat pop.
2. Masa depan merupakan suatu hal yang tidak pasti
Masa depan harus diperkirakan dan direncanakan. Dengan perkiraan dan perencanaan yang tepat, maka diharapkan masa depan dapat diisi dan dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan.
3. Masa depan sarat dengan persaingan
Memiliki sejumlah kompetensi sumber daya manusia melalui proses pendidikan. Masalahnya sekarang adalah bagaimana lulusan PAI atau calon guru dapat meningkatkan system pendidikan di Indonesia.
4. Masa depan merupakan kecenderungan
Pada tahap ini, mulai terjadi krisis moral dan akhlak. Sebagai lulusan PAI atau calon guru PAI kita harus bisa membawa anak didik ke jalan Allah SWT, agar peserta didik kita tidak mengalami krisis akhlah dan moral.




Tantangan lulusan PAI dalam menghadapi era modernitas / globalisasi :
1. Memiliki mutu intelektualitas sebagai ilmuan yang berpikir rasional dan dewasa dengan pendekatan ilmu yang dimilikinya.
2. Memiliki mutu kepribadian yang terlihat pada akhlak dan kepribadian Islami. Dan tentunya juga dibantu guru bidang studi lain dengan menunjukkan ‎keteladanan bagi siswa sebagai seorang yang beragama yang baik. Apalagi Iman ‎dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan prasyarat utama bagi ‎setiap guru, yang secara praktis akan berimplikasi pada keharusan setiap guru ‎untuk mengimplementsikan nilai-nilai akhlak yang mulia dalam setiap pelajaran.‎
3. Memiliki mutu keterampilan (skill) yang pada gilirannya akan mempermudah untuk masuk ke berbagai lapangan pekerjaan yang menjadi bidang garapannya. Di samping itu, keahlian komputer minimal dalam level mengoperasikannya juga menjadi syarat penting bagi lulusan PAI dalam menghadapi era globalisasi.

Peluang lulusan PAI dalam menghadapi era globalisasi, antara lain:
1. Dapat memadukan nilai-nilai ketuhanan yang tereksplisit dalam wujud agama dengan nilai-nilai modernitas.
2. Pengotimalisasian kreativitas daya pikir yang nantinya dapat membawa anak didik kearah yang lebih modern tanpa meninggalkan ajaran agaam Islam. Dengan berpikir secara optimal yang didukung dengan struktur keilmuan yang kuat akan terjadi apa yang disebut modernisasi manusia atau manusia modern.
3. Dapat meningkatkan motivasi dan etos kerja guru maka factor ‎pemenuhan kebutuhan sangat berpengaruh. Untuk itu bagaimana mengarahkan ‎kekuatan yang ada dalam diri guru untuk mau melakukan tingkat upaya yang ‎tinggi ke arah tujuan yang telah ditetapkan.
Berbicara tentang motivasi tidak lepas kaitannya dengan beberapa ‎pandangan tentang terbentuknya kepribadian manusia melalui proses pola awal ‎terbentuknya motivasi dan beberapa teori kebutuhan manusia. Suparmin mengutip ‎Mc.Cleland yang mengelompokkan kebutuhan manusia kaitannya dengan ‎peningkatan motivasi dalam tugasnya sebagai guru adalah :
 Need For Achievement/ ‎Kebutuhan Untuk Berprestasi
 Need For Power/ Kebutuhan Untuk Berkuasa
 Need For ‎Affiliation/ Kebutuhan Untuk Berafiliasi ‎
Bila ketiga kebutuhan terpenuhi maka ‎motivasi dan etos kerja seorang guru akan tumbuh dan berkembang sebagimana ‎yang diharapkan.‎Dengan motivasi dan etos kerja yang tinggi guru agama akhirnya menjadi ‎penggerak penjiwaan dan pengalaman agama yang mencerminkan pribadi yang ‎taqwa, berakhlaq mulia, luhur dan menempati peranan suci dalam mengelola ‎kegiatan pembelajaran di era globalisasi.



DAFTAR RUJUKAN

Design Kurikulum PAI Di Era Global Berbasis Analisis Kebutuhan. 2008. Faza’s blog. www.google.com. Diakses pada tanggal 28 Maret 2010

Dosen Fakultas Dakwah IAIN Sumatera Utara. Kompetensi lulusan PAI. www.google.com. Diakses pada tanggal 28 Maret 2010

Maurice J. Ellias, dkk.. 2000. Cara-Cara Efektif mengasuh Anak dengan EQ, terj. M. Jauharul Fuad. Bandung: Kaifa

Mukhtar. 2003. Desain Pendidikan Agama Islam. Jakarta: CV Misaka Galiza
READ MORE - Tantangan Lulusan PAI

Ahlak terhadap Bangsa dan negara

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia mempunyai tugas menjadi hamba yang selalu beribadah kepada Allah. Sedangkan sebagai makhluk sosial, manusia harus berinteraksi dengan orang lain, baik dalam lingkup masyarakt bahkan sampai pada lingkup berbangsa dan bernegara.
Kewajiban membela Negara merupakan kewajiban seluruh warga Negara yang ada di negeri ini, dalam rangka menyelamatkan Negara dari berbagai ancaman, tantangan maupun gangguan terhadap kadaulatan Negara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana akhlak terhadap bangsa dan negara?
2. Bagaimana akhlak seorang warga negara terhadap pemimpin atau pemerintah?
3. Bagaimana Ajaran Islam tentang tuntutan membangun bangsa dan negara?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui akhlak terhadap bangsa dan negara
2. Untuk mengetahui akhlak seorang warga negara terhadap pemimpin atau pemerintah
3. Untuk mengetahui ajaran Islam tentang tuntutan membangun bangsa dan negara


BAB II
PEMBAHASAN

A. Akhlak Terhadap Bangsa Dan Negara
1. Kewajiban Membela Negara
Kewajiban membela Negara merupakan kewajiban seluruh warga Negara yang ada di negeri ini, dalam rangka menyelamatkan Negara dari berbagai ancaman, tantangan maupun gangguan terhadap kadaulatan Negara.
Dalam tuntunan Islam, membela Negara itu hukumnya wajib. Sebagai contoh, pada zaman Rasulullah hampir seluruh penduduk negeri Madinah aktif berjuang dimedan perang untuk membela Negara dari rongrongan musuh yang dating dari luar yaitu dari serangan kaun kafir Quraisy. Ketika itu Negara Madinah sedang menghadapi ancaman yang besar dari dari tentara Quraisy, maka saat itu Rasulullah mengobarkan semangat berperang untuk membela Negara Madinah.
Dalam hal ini, Allah memberikan perintah agar kaum muslimin berjuang keras untuk memerangi kaum musyrikin, karena kaum musyrikin itu berbuat dzalim (aniaya) terhadap umat islam. Perintah untuk menggerakkan tentara tentara Islam ini di jelaskan dalam al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 65

“Hai Nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”
Maka dalam hal ini membala Negara adalah mutlak wajib bagi seorang muslim dan sebagai warga Negara, sebagaimana ungkapan yang menyatakan “Cinta Negara sebagian dari Iman”.
Membela Negara itu bukan hanya ketika Negara terancam oleh pihak luar (penjajah) tetapi juga ketika nagara ini terancam dari dalam, misalnya pemberontakan, penghianatan, dan penyelewengan. Kita harus membela Negara kita dari hal-hal tersebut, supaya Negara ini tidak hancur oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab dan yang selalu berbuat kejahatan-kejahatan.
Untuk mengatasi segala kemungkinan kehancuran Negara ini dari kejahatan-kejahatan, Rasulullah memberikan dasar-dasar pembelaan Negara sebagaimana terdapat dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim,
مـَـنْ رَاى مـِـنـْكـُمْ مـُـنكـرًا فـَـلـيـُغــيّـِرْهُ بـِـيَــدهِ, فـَاءنْ لـَمْ يـَـسْتـَـطِيـْع فـبـِـلـِـسَانـِـه, وَان لـَـمْ يَــستــطِـيع فـَـبقـَـلبـِـه وذلك اضْعـَـفُ الايـْـمَان. (رواه مسلم)
Artinya : barang siapa melihat kemungkaran (kejahatan) maka rubahlah dengan tangannya (dicegah dengan kekuatannya), apabila tidak mampu maka rubahlah dengan mulutnya (dicegah dengan nasehat, melaporkan dsb), apabila tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya (membenci perbuatan tersebut) yang demikian itu adalah selemah-lemah iman,”(HR. Muslim).

2. Tujuan Bela Negara
Sebagaimana telah diungkapkan pada pembahasan yang telah ada, bahwa pembelaan Negara itu dapat dilaksanakn dalam hal mempertahankan Negara terhadap ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik dalam maupun dari luar negar kita. Didalam GBHN disebutkan bahwa bela negara merupakan sikap dan tindakan yang teratur menyeluruh terpadu dan dilandasi cinta tanah air, kesadaran berbangsa, rela berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik dari dalam maupun dari ;uar negeri yang membahyakan kedaulatan Negara.
Adapun fungsi dari warga negara bela negara adalah agar mampu melaksanakan ketertiban umum, perlindungan rakyat, keamanan rakyat, dan perlawanan rakyat dalam rangka Pertahanan dan Keamanan Negara (HANKAMNEG). Maka tujuan negara itu untuk:
a. Melaksanakan Fungsi Ketertiban Umum
Melaksanakn ketertiban umum berarti menjaga berbagi kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kekacauan masyarakat. Perbuatan-perbuatan yang dapat meresahkan masyarakat luas umpamanya: mabuk-mabukan, perkelahian, tawuran, keonaran, pengacauan, fitnah, huru-hara, pemberontakan dan sebagainya.
Dalam hal ini kita sebagai warna Negara mempunyai kewajiban mencegah perbuatan-perbuatan yang melanggar ketertiban umum tersebut, dengan melakukan tindakan yang sesuai dengan aturan yang dibenarkan dalam hokum, sebagai tanggung jawab kita terhadap Negara
b. Melaksanakn Fungsi Perlindungan Rakyat
Melaksanakn fungsi perlindungan rakyat berarti melakukan sikap atau tindakan untuk mencegah terjadinya perbuatan yang merugikan rakyat dari tindak sewenang-wenangan seperti: pemerasan, penipuan, ketidakadilan, penganiayaandan sebagainya.
c. Melaksanakan Fungsi Keamanan Rakyat
Melaksanakan fungsi keamanan rakyat berarti melakukan tidakan untuk mengamankan rakyat dari berbagai tindak kekerasan yang merugikan kepentingan rakyat seperti: perampokan, pencurian, pembunuhan dan sebagainya, diantaranya dengan cara siskamling, membentuk satuan keamanan rakyat (HANDRA, HANSIP) dsb.
d. Melaksanakan fungsi perlawanan rakyat.
Yaitu melakukan untuk membela negara dengan mengerahkan tenaga atau fisik, berupa mempertahankan negara oleh rakyat secara keseluruhan untuk menghadapi ancaman negara baik dari dalam maupun dari luar.
Ancaman dari dalam seperti melakukan pemberontakan, PKI, yang hendak mengulingkan pemerintahan yang sah dan mengganti ideologi negara. Adapaun ancaman dari luar seperti: gangguan terhadap negeri kita oleh bangsa lain, penyusupan kebudayaan asing yang merusak bangsa kita, penjualan obat-obat terlarang dari luar negeri, penjajahan bangsa asing yang harus dihadapi oleh seluruh rakyat kita.
Dalam hal ini perlu digalang kekompakan dan kesatuan serta persatuan rakyat demi persatuan bangsa dan negara kita. Pentingnya persatuan dan kesatuan, sebagai wujud dari kekuatan bangsa. Dipeintahkan allah sebagaimana firmannya dalam (QS.al-imron:103)

”Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan agama Allah,janganlah kamu bercerai-berai,ingatlah akan nikmat Allah atas kamu sekalian,ketika(dulu) bermusuh-musuhan,maka Allah lunakkan hatimu,Allah menjadikan kamu karena nikmat Allah,orang-orang yang bersaudara ketika itu kamu telah berada ditepi jurang neraka,lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya,demikian Allah menerangkan ayat-ayatnya,kepadamu,agar kamu mendapat petunjuk.”(Q.S. Ali imron:103)

B. Akhlak Terhadap Pemimpin (Pemerintah)
1. Pengertian Ulil Amri/Pemimpin/Pemerintah
Ulil Amri adalah orang yang memiliki kekuasaan, yaitu para pemimpin yang mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk memimpin dan mengurus berbagai urusan mereka, baik yang berurusan dengan urusan agama atau urusan dunia. Sebagai anggota masyarakat kita wajib mentaati aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemimpin selama peraturan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya.
Kewajiban kita untuk ta’at kepada pemimpin sama dengan kewajiban kita untuk ta’at kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Artinya, kita wajib ta’at kepada Allah Swt, kepada Rasul Saw juga ta’at kepada pemimpin. Dalam pandangan Islam pemimpin yang ada dijalan Allah SWT dan Rasul-Nya memiliki kedudukan yang sangat tinggi, sehingga keta’atan kita kepadanya disejajarkan dengan keta’atan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surat An-Nisa’ ayat 59, berbu

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Kita wajib ta’at kepada pemimpin selama pemimpin tersebut berada di jalan Allah SWT dan rasul-Nya, apabila ia tidak berada dijalan Allah maka kita tidak wajib untuk ta’at kepadanya.
2. Kriteria Pemimpin Yang Harus di Ta’ati
Tidak semua pemimpin wajib kita ta’ati, tapi hanya pemimpin yang memiliki kriteria tertentu saja, diantara kriteria- criteria tersebut adalah :
a. Pemimpin tersebut berada di jalan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Kita wajib ta’at kepada seorang pemimpin selama dia berada dijalan Allah dan Rasul-nya, apabila aturan-aturan yang dikeluarkan bertentangan dan tidak sesuai dengan aturan dan syari’at agama maka kita tidak wajib ta’at kepadanya sebab Nabi SAW menjelaskan bahwa tidak ada keta’atan apabila untuk maksiat kepada Allah SWT, sebagaimana hadist beliau,
عــنْ ابـْن عـمر رضي الله عـنه عن النبي صلى الله عليه وسلم : السـَنـْعُ والطاعـة
على المـَرْءِ المسـلـمِ فيـما احـبّ وكره مالم يــُؤْمـر يمعـْـصيـة فاِنْ امــر فلا سـمـْعَ
عـلــيهِ ولا طاعة (رواه الترمذى)
Artinya : Dari Nabi SAW bersabda : “ seorang muslim wajib mendengar dan menta’ati (seorang pemimpin) terhadap apa yang disenangi atau yang dibenci, selama tidak diperintahkan untuk melakukan maksiat, maka tidak wajib mendengarkan dan tidak wajib menta’ati perintah tersebut “ (HR. Thirmidzi)
b. Aturan-aturannya tidak menyebabkan perbuatan syirik.
Apabila aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah dapat menyebabkan atau mengajak serta mendorong masyarakat melakukan perbuatan syirik, maka kita tidak wajib menta’ati perintah tersebut. Sebab syirik merupakan dosa besar dan dosanya tidak diampuni oleh Allah SWT. Dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Luqmanayat 15

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.”
Ayat di atas menjelaskan apabila kedua orang tuanya mengajak anaknya untuk melakukan perbuatan syirik maka anak tersebut tidak wajib ta’at kepada kedua orang tuanya. Demikian halnya dengan pemimpin yang mengajak masyarakatnya atau guru mengajak muridnya untuk melakukan perbuatan syirik atau maksiat lainnya maka masyarakat tersebut tidak wajib ta’at pada pemimpinnya dan murid tersebut tidak wajib ta’at pada gurunya.
c. Pemimpin yang memiliki akhlak mulia
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memberikan contoh teladan yang baik terhadap masyarakatnya, dia tidak hanya pandai member perintah tapi juga pandai melakukan bahkan member contoh kepada orang lain.
d. Pemimpin yang jujur dan adil.
Dia tidak menipu rakyat untuk kepentingan pribadinya dan tidak berlaku dzalim kepada mereka untuk memperkaya diri sendiri.
e. Pemimpin yang bijaksana.
Yakni pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyatnya diatas kepentingannya sendiri, dan setiap kebijakan yang dikeluarkan dalam rangka memberikan kesejahteraan masyarakat, bukan malah menyengsarakan mereka.
f. Pemimpin yang mempunyai keahlian yang cukup dalam memimpin
Pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengurus yang dipimpinnya, baik lingkup organisasi, lembaga pendidikan, kota, Negara, dan sebagainya. Jika tidak maka tunggulah saat kehancurannya, sebagaimana hadis Nabi :
اذ وُسـِدَ الاء مـْـرُ الى غـَـيرِ أهْـلـِـهِ فـَـانـْـتــَظـِرُ السـَاعةِ (رواه البخارى)
Artinya: “ apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.” (HR.Bukhori)

3. Sikap Ta’at Pemerintah
Ta’at kepada pemerintah berarti mematuhi peraturan dan undang-undang dan segala ketentuan yang dibuatnya dengan baik. Namun tidak sembarang pemerintah (pemimpin) yang memiliki kriteria sesuai dengan ajaran Islam.
Hadits tentang ta’at kepada Allah, Rasul dan Pemerintah
عـَـنْ ابى هريرة رضي الله عـنه قــال : قــال رســول الله صلى الله عــليه وســـلم :
مَــنْ أطاعَـنىِ فــقدْ اطاع َالله, ومَـن عَـصَانى فــقد عصى الله, ومـن يـُـطْع الأمــير
فـقد أطاعنى ومـن يُـعص ِالأمــيرفــقد عَــصَانى ِ(رواه البخارى و مسلم)
“Dari Abu Hurairah ra beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda : barang siapa yang ta’at kepadaku, berarti ia ta’at pada Allah SWT, dan barang siapa bermaksiat (melanggar) kepadaku berarti dia bermaksiat kepada Allah SWT. Barang siapa yang ta’at pada pemimpin berarti ia ta’at kepadaku, dan barang siapa bermaksiat kepada pemimpin berarti ia bermaksiat kepadaku. “ (HR. Bukhori dan Muslim)
Pada hadits di atas, Nabi berpesan kepada setiap muslim hendaknya mendengar dan mematuhi apa-apa yang menjadi keputusan, kebijaksanaan, dan perundang-undangan yang telah dibuat oleh para pemimpinnya atau pemerintahannya, baik keputusan atau perundang-undangan itu disenangi karena member manfa’at dan keuntungan pada dirinya atau peraturan yang tidak disenangi karena dapat merugikan dirinya,walaupun demikian mungkin akan memberi manfa’at pada orang lain.

C. Ajaran Islam Dalam Membangun Negara
Perjuangan membela Negara telah dimulai oleh bangsa kita sejak abad ke 16, untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Perjuangan tersebut dilakukan selama kurang lebih tiga setengah abad dan berakhir sejak diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Menyadari hal tersebut kita sebagai umat Islam wajib melanjutkan perjuangan pendahulu kita. Maka pada masa kemerdekaan ini kita wajib membangun Negara agar rakyat kita kuat ekonominya, politiknya, agamanya serta ilmu pengetahuan dan teknologinya. Inilah perjuangan saat ini yang perlu kita laksanakan untuk membangun Negara.
Dalam hal membangun Negara dapat kita ambil contoh kehidupan umat Islam pada masa Rasulullah SAW yang meliputi, ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, social dan budaya.

1. Pembangunan Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Kita harus berperan aktif dalam hal pembangunan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sebab dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju, akan mencetak sumber daya manusia yang berkwalitas yang amat menentukan kemajuan bangsa. Pada zaman Rasulullah, umat Islam berlomba-lomba belajar dengan giat, karena belajar maupun mengajar itu wajib hukumnya, pembangunan ilmu pengetahuan pada saat itu amat pesat, banyak para sahabat yang pintar menjadi duta-duta Negara untuk membantu negeri, seperti Ali, Abu bakar, Umar Salman Alfarisi, Mu’az bin Jabal dan banyak lagi yang lain. Hal tersebut sesuai dengan sabda rasulullah:
ا ُطـْـلـبُـوا العـِـلمَ ولوْ با لصِّــين ِِ(رواه ابن عادى و البيهقى)
“Tuntutlah Ilmu walaupun ke negeri Cina” (HR. Ibnu Adi dan Baihaqi)
Firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.


Dalam ayat lain Allah Berfirman, dalam surat Ar-Rahman ayat 33,

“Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan(ilmu pengetahuan dan teknologi)”.

2. Pembangunan Bidang Politik
Kita harus berperan aktif dalam memajukan kekuatan politik pemerintahan agar Negara kuat, para pemimpin Negara dapat mengendalikan pemerintahannya dengan adil, benar, berkarya untuk kepentingan Negara. Rasulullaah telah mengajarkan kepada kita untuk memperkuat persatuan dan kesatuan dengan menegakkan keadilan, kebenaran dan demokrasi (masyarakat), menenangkan kekacauan masyarakat, menjaga keutuhan bangsa dan Negara. Sebagai contoh, persatuan yang multi agama dan multi ras yang terikat dalam piagam Madinah (deklarasi madinah), untuk hidup rukun, damai, saling membantu, saling menjaga keamanan dan sebagainya.

3. Pembangunan Bidang Ekonomi
Kita harus berperan aktif membantu Negara dalam bidang ekonomi, yaitu bidang usaha untuk menciptakan kemakmuran hidup perekonomian masyarakat, adapun cara yang dapat ditempuh adalah dengan cara bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan serta kebutuhan lain seperti kendaraan, penerangan dan hiburan.
Rasulullah memacu para sahabat dan kaum muslimin seluruhnya untuk tidak malas bekerja, agar ekonomi umat kuat dan dapat membiayai kehidupannya, ekonomi Negara kuat dapat membiayai pembangunannya, sehingga penduduk sejahtera, dalam hal ini Rasulullah menggerakkan semangat kerja dengan sabdanya:
إِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا وَاعْمَلْ لِأَخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا
Artinya: “ Bekerja keraslah kamu untuk (kebahagiaan) duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan bekerja keraslah kamu untuk (kebahagiaan) akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok.” (HR. Ibnu Asakir)
Allah pun mengingatkan kepada kita akan arti pembangunan ekonomi ini dengan firmannya dalam surat Ar-Ra’d ayat 11,
”Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”.

4. Pembangunan Bidang Sosial
Kita harus berperan aktif dalam bidang social yaitu kita wajib membantu masyarakat agar tercipta kesejahteraan social. Tidak boleh kehidupan masyarakat kita menderita akibat kurangnya orang-orang yang memperdulikan kehidupan masyarakat. Rasulullah adalah contoh tauladan kita , beliau mencontohkan serta memerintahkan kepada para sahabat dan kaum muslimin dalam hal memberantas perbudakan dan kemiskinan, menanggulangi penderitaan orang-orang miskin serta anak-anak yatim. Allah memperingatkan amat keras terhadap orang-orang Islam yang tidak mau peduli terhadap penderitaan kaum lemah, mereka di cap sebagai pendusta agama Allah, firman Allah dalam surat Al-Ma’un ayat:1-7,
Artinya: 1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. Orang-orang yang berbuat riya[1603],
7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna(membayar zakat)

5. Pembangunan Bidang Budaya
Kita wajib berperan aktif dalam membangun kebudayaan bangsa, maksudnya memajukan kebudayaan bangsa kita dengan memperkuat mental spiritual bangsa kita sebagai bangsa yang memiliki kepribadian luhur, mamiliki nilai-nilai yang berharga sebagai jatidiri bangsa yang berperadaban tinggi.
Budaya bangsa kita yang bernafaskan nilai-nilai agama, jangan sampai tergeser oleh nilai-nilai materialisme, nilai-nilai kolonialisme, dan nilai-nilai komonisme. Rasulullah pernah membentuk masyarakat dengan budaya agama, yakni masyarakat yang berakhlak, masyarakat yang menghargai sesame, masyarakat yang giat, rajin, taat menjalankan perintah agama, bertoleransi terhadap kelompok atau suku dan agama lain serta mendidik agar memiliki harga diri sebagai bangsa yang terhormat.
Nilai-nilai yang baik itu perlu dibudayakan, ditumbuh kembangkan menjadi nilai-nilai yang hidup dan dilaksanakan ditengah-tengah masyarakat. Sehingga bangsa kita menjadi bangsa yang sangat kokoh, tidak terombang-ambing oleh situasi dan kondisi yang akan menyeret pada kehancuran masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN

1. Akhlak Terhadap Bangsa Dan Negara
a. Kewajiban Membela Negara : kewajiban membela Negara merupakan kewajiban seluruh warga Negara dalam rangka menyelamatkan Negara dari berbagai ancaman, tantangan maupun gangguan terhadap kadaulatan Negara
b. Tujuan Membela Negara
1) Melaksanakan fungsi ketertiban umum
2) Melaksanakan fungsi perlindungan rakyat
3) Melaksanakan fungsi keamanan rakyat
4) Melaksanakan fungsi perlawanan rakyat
2. Akhlak Terhadap Pemimpin (Pemerintah)
a. Ulil Amri adalah orang yang meiliki kekuasaan, yaitu para pemimpin yang mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk memimpin dan mengurus berbagai urusan mereka, baik yang berurusan dengan urusan agama atau urusan dunia. Ta’at kepada pemerintah berarti mematuhi peraturan dan undang-undang dan segala ketentuan yang dibuatnya dengan baik.
b. Kriteria pemimpin yang harus ditaati
1) Pemimpin tersebut berada di jalan Allah SWT dan Rasul-Nya
2) Pemimpin yang tidak syirik
3) Pemimpin yang memiliki akhlak mulia
4) Pemimpin yang jujur dan adil
5) Pemimpin yang bijaksana
6) Pemimpin yang mempunyai keahlian yang cukup
3. Islam mengajarkan setiap manusia seperti dalam kehidupan umat Islam pada masa Rasulullah SAW yakni meliputi:
a. Pembangunan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
b. Pembangunan dalam bidang politik
c. Pembangunan dalam bidang ekonomi
d. Pembangunan dalam bidang sosial
e. Pembangunan dalam bidang budaya



DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Al Karim. Penerbit: Jumunatul Ali

Undang-undang Dasar 1945

Kastuba, Muchtamil dkk. 1996. Buku Pelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.

Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al Qur’an. Jakarta: Amzah.
READ MORE - Ahlak terhadap Bangsa dan negara

Fr33 Z0n3


ShoutMix chat widget